Senyuman
Terakhir
Tuhan beri
aku kesempatan untuk mengukir senyuman diantara orang-orang yang kusayang,
meski aku tak selamanya bisa melihat mereka tersenyum. Aku tau suatu saat nanti
aku takkan bisa hadir diantara canda tawa mereka tapi aku ingin melepaskan
semuanya dengan senyuman dan bahagia.
“Bunda, maafin Dhea ya...udah banyak ngerepotin. Dhea
gak pernah minta sama Allah untuk dikasih cobaan kaya gini.” Aku menunduk
menyembunyikan butiran air mata yang sempat mengalir.
“Dhea sayang, ngomong apa sih? Jangan nyalahin Allah
loh sayang, gak baik.”
“Bun, dihari yang fitri ini Dhea minta maaf. Dhea
bahagia banget masih diberi kesempatan untuk bisa bernapas pada lebaran ini, bisa
merasakan kebahagiaan di keluarga kita tapi....” Aku terhenti dengan tangisku
yang aku sendiri tak bisa lagi menyembunyikan dari Bunda. Oh Tuhan jangan
biarkan air mata ini merusak senyum Bunda dihari yang fitri ini. Kasihan
Bundaku tersayang harus merasakan apa yang kurasakan.
Bunda mendekat dan memelukku,”Bunda juga minta maaf.”
“Dhea yang banyak salah dan nyusahin Bunda,
seharusnya kita semua lebaran di rumah bareng keluarga besar tapi ini malah
dirumah sakit. Maafin Dhea ya.” Aku berusaha untuk terlihat tegar dengan
sedikit tersenyum.
Ya Allah matikanlah aku jika itu lebih baik bagiku.
Aku tak ingin melihat orang-orang yang kusayang menangis karenaku. Sejak
penyakit yang sudah sekian lama bersarang dalam tubuhku, dan kematianpun
semakin dekat kurasakan. Oh Tuhan dadaku sesak sekali, tapi aku tak ingin Bunda
tau. Hari ini hari lebaran yang seharusnya menjadi hari kemenangan umat islam
dan tentunya kebahagiaan tersendiri bagi setiap umat islam begitu juga dengan
keluargaku.
Ya Allah hamba mohon kuatkanlah aku, Engkau telah memberi
kesempatanku untuk merasakan kebahagiaan di bulan ramadhan tapi kali ini beriku
kesempatan di bulan syawal ini. Aku akan pergi dengan senyuman indah teruntuk
bunda.
“Dhea, lagi mikirin apa?” Tanya Bunda yang
membuyarkan lamunan kepedihanku,”Dhea sedih ya? Maafin Bunda ya sayang, bikin
Dhea sedih terus.”
Ya Allah aku tak kuasa untuk menyembunyikan air mata
ini.
Bunda menatapku iba,”Dhea, hapus air matanya sayang. Bentar
lagi Kak Sandi dan Dhyan datang seusai sholat idul fitri, kita ngumpul bareng
loh. Masa mukanya sembab gitu.” Bunda berusaha tersenyum meski kadang aku
merasakan Bunda ikut menangis kala diriku menangis diambang keterputusasaan.
“Bun, kalo Dhea meninggal nanti jangan tangisi
ya...!” Ceplosku.
Bunda memandangku tajam,”Dhea? Kata siapa Dhea
meninggal, pasti sembuh kok sayang. Jangan ngomong gitu lagi ya, Bunda sedih
dengernya.”
“Dhea udah tau dokter bilang apa ke Bunda, Dhea
denger semuanya kalo umur Dhea gak lama lagi kan. Kenapa bunda menutupi
semuanya sih dari Dhea, ini hidup Dhea jadi Dhea berhak tau kan..” Kataku parau.
“Itu kan kata dokter, hidup dan mati hanya Allah yang
tau. Dhea anakku, jangan pernah berpikir Bunda kecewa memiliki anak seperti
Dhea. Bunda bangga memiliki Dhea, apa Dhea ga mau berjuang untuk sembuh demi
Bunda. Dhea sayang kan dengan Bunda, ya kan sayang.” Tutur Bunda dengan matanya
yang tampak genangan air mata yang tanpa sengaja mengalir begitu saja. Aku tak
ingin melihat Bunda menangis lagi, sudah cukup kepedihan yang dirasakan oleh
Bunda.
Pagi yang indah meski sedikit mendung karena matahari
tak mau menampakkan dirinya, harapan itu masih terus ada meski aku selalu
merasa aku tak pernah bisa untuk menggapai harapan itu. Mungkin aku akan
menyusul Ayah di alam sana. Dadaku semakin sesak, aku tak mampu lagi untuk
menyembunyikannya. Hari ini matahari memang enggan untuk hadir karena langit
semakin mendung dengan diiringi gerimis. Aku masih berkutit berbaring di
ruangan ini yang sudah sekian lama menjadi saksi laraku dan kesakitanku.
Samar-samar kulihat Kak Sandi dan adikku Dhyan, mereka tersenyum kepadaku dan
menyambutku di hari yang fitri ini dengan maaf-maafan. Aku harus kuat, batinku
berkata.
“Dhea, kalo sakit bilang ya sayang jangan dipendam
sendiri. Bunda disini sayang, akan selalu.....”
“Bunda aku udah ga tahan lagi..” Potongku,”Dhea boleh
minta sesuatu ya, tapi Bunda jangan nolak. Ini permintaan terakhir Dhea.” Aku
tau Bunda tau dengan apa yang kurasakan saat ini.
“Iya sayang pasti, Dhea pasti bisa bertahan kok.
Percaya deh!!!” Wajah Bunda mulai pilu.
“Tersenyum ya kalo waktunya tiba, pokoknya Dhea gak
mau ada tangisan saat Dhea pergi. Beri Dhea senyuman terindah Bunda, Kak Sandi
dan Dhyan biar Dhea pergi dengan senyuman dan kebahagiaan bukan dengan air
mata.” Kataku dengan kepalaku yang mulai semakin sakit dan aku hanya bisa
melihat dengan samar.
“Dhea.” Kak
Sandi mulai angkat bicara dengan suaranya nyaris merintis, kulihat adik kecilku
meneteskan air mata. Mungkin Dhyan tak cukup mengerti dengan apa yang akan
terjadi.
“Kak Sandi,
makasih udah selalu ada buat Dhea. Dhea beruntung punya kakak seperti Kak Sandi
dan Adik seperti Dhyan. Meski Ayah telah menghadap Allah tapi kita selalu tak
pernah kekurangan kasih sayang.” Kataku pedih, samar ku lihat Bunda menahan air
mata yang sempat menetes.”Kayaknya Dhea bentar lagi nyusul Ayah, biar Dhea yang
temenin Ayah.” Aku mencoba tersenyum meski dengan nada bergetar dan berjuang
keras menahan air mata. Aku ingin pergi dengan bahagia.
“Kak, Dhea
titip Bunda ya. Dhyan jadi anak yang baik ya. Dhea udah ga tahan lagi.”
Dan takdir
kematian terjadi hanya atas kehendak Ya Rabb, manusia hanya bisa pasrah dan
ikhlas meski sangat sulit menerima kenyataan karena harus kehilangan orang yang
begitu berarti dalam hidup kita. Bahkan hari esok kita tak tau apa yang terjadi
karena masih dalam rahasia Allah, meski manusia merencanakan sesuatu. Dhea
pergi dengan senyuman terakhirnya, samar-samar ia lihat keluarganya tersenyum
melepas kepergiannya. Meski sesungguhnya tangis telah mengiringi kepergiannya
yang tersembunyi dalam kepedihan hati seorang ibunda dan saudaranya. Tapi ini
keinginan terakhir Dhea, dengan dibimbing dua kalimat syahadat oleh kakaknya.
“Ya Allah,
hamba ikhlas.” Kata Bunda lemah dengan memeluk kedua anaknya. Seorang anak
adalah titipan Ya Rabb, jika Dia telah memintanya kembali. Manusia hanya bisa
ikhlas dan pasrah. Dhea menghembuskan napas terakhirnya tepat di hari idul
fitri 1 syawal.
Seblak –
Jombang – Jawa Timur
19 September
2011, 12:03:24